Bahasa Dayak dan ketiadaan kata 'Terima Kasih': Ini kerangka untuk mencari jejaknya dalam tradisi

Dalam masyarakat modern, ucapan terima kasih (terima kasih verbal) adalah 'mata uang' kesopanan. Namun, kata itu tak ditemukan pada banyak bahasa Dayak di Kalimantan.  Apakah mereka tidak tahu berterimakasih, tidak tahu balas budi dan tidak tahu tata krama? 

Tulisan ini berangkat dari sebuah kegelisahan akademis sekaligus kultural: Benarkah kebanyakan bahasa Dayak tidak memiliki kata leksikal khusus untuk "terima kasih"? Jika benar, mengapa? Apakah budaya ini kekurangan kosakata positif?

Di era modern ini, di mana interaksi verbal menjadi penentu relasi sosial, perlukah orang Dayak menggali dari tradisi sebuah kata yang bermakna terima kasih dan menyepakatinya untuk pemakaian sehari-hari? Tentu termasuk responnya juga. 

Ketiadaan ucapan terima kasih

Dalam struktur sosial masyarakat Dayak tradisional, konsep "berterima kasih" tidak dimanifestasikan melalui leksikon (kata-kata), melainkan melalui aksi dan gestur (isyarat).

Secara historis, masyarakat Dayak hidup dalam sistem komunal (rumah panjang) yang sangat erat. Dalam sistem ini, memberi dan menerima adalah siklus kehidupan yang alami, seperti bernapas. Ketika seseorang memberikan daging buruan kepada tetangganya, itu bukan "kebaikan hati" yang menuntut pujian verbal, melainkan sebuah fungsi sosial untuk kelangsungan hidup kelompok. 

Komunitas seperti itu, meminjam istilah pakar filsafat kebudayaan C.A. van Perusen, hidup dalam 
“alam pikiran mitis” (mythical thought), di mana subyek lebur di dalam "obyek", tidak ada pemisahan tajam antara “aku” dan dunia (kosmos, alam semesta, termasuk orang lain).

Dalam alam pikiran mitis, individu tidak berdiri sendiri. Ia selalu menjadi bagian dari lingkaran keluarga, suku, dan kosmos. Kehidupan komunal Dayak menegaskan bahwa identitas pribadi melebur dalam identitas kolektif.

Dengan lain kata, “subyektvitas” dan “individualitas” tidak penting. Dalam konteks ini terima kasih personal tidak diutamakan, meskipun mungkin ada. 

Namun, zaman berubah. Masuknya agama baru, birokrasi pemerintahan, dan pergaulan nasional menuntut adanya "tanda terima verbal". Tuntutan ini terasa sekali dalam interaksi sosial masyarakat kekinian. Orang Dayak yang menerima kebaikan (hadiah, bantuan) secara natural merasa terdorong untuk menyampaikan terima kasih verbal. 

Makna terima kasih dalam berbagai bahasa

Untuk mencari padanan kata yang tepat bagi Dayak Benuaq, kita perlu membedah "rasa" di balik kata terima kasih bangsa-bangsa lain. Mari kita lakukan perjalanan linguistik dari Asia, Timur Tengah, Eropa, hingga ke suku-suku asli Pasifik dan Afrika.

1.    Perspektif Nusantara dan Asia: Hati dan kelangkaan

  • Bahasa Indonesia: Terima Kasih.
    Frasa ini sangat unik dan transparan. Terdiri dari kata "Terima" dan "Kasih". Secara harfiah berarti "Saya menerima kasih sayang/cinta Anda". Ini menunjukkan bahwa pemberian barang atau jasa dilihat sebagai manifestasi dari "kasih". Fokusnya adalah pada penerimaan afektif, bukan sekadar barang. Respon: Sama-sama atau terima kasih kembali.
  • Bahasa Tagalog: Salamat.
    Diambil dari akar kata bahasa Arab Salama yang berarti kedamaian atau keselamatan. Ketika orang Filipina mengucapkan Salamat (terima kasih) atau maraming salamat (banyak terima kasih), mereka secara implisit mendoakan keselamatan atau kedamaian bagi si pemberi. Respon: Walang anuman (Tidak apa-apa) atau Maraming salamat din (terima kasih banyak juga).
  • Bahasa Jepang: Arigatou
    Berasal dari kata Arigatai, yang berarti "sulit untuk ada" atau "langka". Filosofinya sangat indah: tindakan yang Anda lakukan untuk saya adalah sesuatu yang langka dan sulit, sebuah keajaiban kecil, sehingga saya sangat menghargainya. Respon: Do itashimashite (Tidak perlu berterima kasih) atau Ie ie (Ah, tidak apa-apa).
  • Bahasa Korea: Gamsahamnida.
    Berasal dari kata Gamsa (rasa syukur/apresiasi) dan Hada (melakukan). Jadi, secara harfiah berarti "Saya melakukan apresiasi". Respon: Cheonmaneyo (seribu kata, aartinya sama-sama) atau Aniyo (tidak usah).
  • Bahasa Hindi: Dhanyavad.
    Dhanya
    berarti diberkati atau kekayaan (dalam arti spiritual atau material). Mengucapkan Dhanyavad berarti menyatakan bahwa si pemberi adalah orang yang diberkati atau mulia karena tindakannya. ResponAapka swagat hai (Anda disambut) atau Koi baat nahi (tidak masalah).
  • Bahasa Mandarin: Xie Xie.
    Kata Xie memiliki sejarah kompleks, yang pada zaman kuno bisa berarti meminta maaf, menolak, atau melepaskan. Dalam konteks modern, pengulangan Xie Xie menunjukkan kerendahan hati, suatu bentuk merendah untuk meninggikan orang yang memberi. ResponBù kèqì (jangan sungkan) atau Méiguānxi (tidak apa-apa).

2.    Perspektif Semitik: Pengakuan dan keterbukaan

  • Bahasa Arab: Shukran.
    Berasal dari akar kata Sya-ka-ra, yang berarti "membuka" atau "menampakkan". Kebalikannya adalah Ka-fa-ra (kafir/menutup). Jadi, berterima kasih dalam bahasa Arab berarti "Saya menampakkan kebaikanmu" atau "Saya mengakui kebaikanmu secara terbuka". Respon: Afwan (maafkan saya) atau La shukran 'ala wajib (tidak perlu terima kasih atas kewajiban).
  • Bahasa Ibrani: Todah.
    Kata ini memiliki akar Yadah, yang secara harfiah berarti "melempar" atau "mengulurkan tangan". Dalam konteks Alkitabiah dan budaya Yahudi, Todah bukan sekadar ucapan manis di bibir, melainkan sebuah gestur fisik mengangkat tangan untuk mengakui (confess) kekuasaan Tuhan atau kebenaran orang lain. Berterima kasih dalam Ibrani adalah proklamasi publik: "Saya mengangkat tangan mengakui kebaikanmu." ResponBevakasha (silakan/terima kasih kembali) atau Ein be’ad ma (tidak ada apa-apa untuk itu).

3. Perspektif klasik dan Eropa Barat: Memori, anugerah, dan hutang

Bagian ini menunjukkan bagaimana bangsa Eropa Barat memiliki pendekatan yang sangat beragam, dari yang logis hingga yang teologis.

  • Rumpun Jermanik: Inggris (Thank), Jerman (Danke), Denmark (Tak):
    Ketiga bahasa ini memiliki akar etimologi yang sama. Kata Thank berhubungan erat dengan Think (berpikir). Kata Danke berhubungan dengan Denken (berpikir).
    Filosofinya sangat intelektual: "Saya akan memikirkan atau mengingat apa yang telah Anda lakukan bagi saya". Rasa terima kasih di sini berbasis pada memori. Mengatakan "Thank you" adalah berjanji untuk tidak melupakan perbuatan tersebut. Respon: Inggris: You're welcome atau No problem. Jerman: Bitte (silakan) atau Gern geschehen (dengan senang hati). Denmark: Selv tak (terima kasih kembali). 
  • Rumpun Romawi/Latin: Prancis (Merci), Italia (Grazie), Spanyol (Gracias):
    Di sini nuansanya menjadi lebih religius dan estetik. Grazie dan Gracias berasal dari bahasa Latin Gratia, yang berarti Rahmat, anugerah, pesona atau karunia Ilahi. Mengucapkannya berarti mengakui adanya "anugerah" dalam pemberian tersebut.
    Sementara Merci (Prancis) terkait dengan Mercy (belas kasih, rahmat/pengampunan). Ini menyiratkan bahwa si pemberi telah menunjukkan belas kasih kepada si penerima. Respon: Prancis: De rien (tidak apa-apa) atau Je vou en prie (silakan), Italia: Prego (silakan), Spanyol: De nada (tidak ada apa-apa).
  • Portugis (Obrigado):
    Sangat berbeda dengan tetangganya (Spanyol). Obrigado (untuk pria) atau Obrigada (untuk perempua) secara harfiah berarti "terikat" (obliged).
    Filosofinya adalah kontrak sosial: "Dengan menerima kebaikan ini, saya kini terikat utang budi kepada Anda sampai saya membalasnya". Ini adalah bentuk pengakuan ikatan yang sangat kuat. Respon: De nada atau Disponha (Silakan gunakan).
  • Yunani (Efcharisto):
    Terdiri dari Eu (baik) dan Charis (anugerah/sukacita). Kata charis adalah akar dari "karisma". Jadi, Efcharisto berarti "Saya memberimu anugerah yang baik" atau "Saya merasakan sukacita atas anugerah ini". Ini adalah ucapan yang mengandung transfer energi positif. Respon: Parakalo (silakan). 

4. Perspektif Slavia (Eropa Timur): Doa dan penyerahan

  • Bahasa Rusia (Spasibo & Blagodaryu):
    Orang Rusia memiliki kedalaman spiritual. Spasibo adalah singkatan dari Spasi Bog (Спаси Бог) yang berarti "Semoga Tuhan menyelamatkanmu".
    Sedangkan bentuk formalnya, Blagodaryu (Благодаря), berarti "Saya memberimu berkah". Jika Spasibo meminta Tuhan yang membalas, Blagodaryu adalah pernyataan aktif bahwa saya memberikan energi positif kembali kepada Anda. Respon: Pozhaluysta (silakan) atau Ne za chto (tidak ada apa-apa untuk itu).
  • Bahasa Polandia (Dziękuję & Bóg zapłać):
    Meski kata sehari-harinya dziękuję (mirip konsep ingatan Jerman), frasa tradisional Polandia adalah bóg zapłać, yang berarti "Biar Tuhan yang membayar". Ini mengakui bahwa kebaikan seseorang begitu berharga sehingga dompet manusia tidak sanggup membalasnya, hanya Tuhan yang mampu melunasinya. Respon: Niech będzie pochwalony Jezus Chrystus (Terpujilah Yesus Kristus) dalam konteks religius.

5. Perspektif suku asli: Kehidupan dan pujian komunal

Bagian ini paling relevan untuk studi komparatif dengan Dayak Benuaq karena kesamaan struktur sosial.

  • Bahasa Maori - Selandia Baru (Kia Ora / Nga Mihi):
    Orang Maori sering menggunakan Kia Ora sebagai ucapan terima kasih. Secara harfiah, Kia Ora berarti "Semoga sehat/hidup" atau "Miliki kehidupan". Konsepnya berpusat pada Mauri (daya hidup). Berterima kasih berarti mendoakan kelangsungan hidup. Frasa lain, Nga mihi, berarti "salam/penghormatan/upeti". ResponNga mihi hoki (salam kembali).
  • Bahasa Rumpun Bantu - Afrika (Zulu: Ngiyabonga; Shona: Tatenda):
    Dalam budaya Zulu, Ngiyabonga berasal dari akar Bonga yang berarti "memuji". Dalam tradisi lisan Afrika, Bonga digunakan penyair untuk memuji leluhur. Jadi, berterima kasih berarti memuji perbuatan Anda di depan komunitas. Respon: Kulungile (baiklah) atau Ngiyabonga nawe (Saya juga berterima kasih padamu).
    Di Zimbabwe (Shona), Tatenda berarti "Kami berterima kasih", menggunakan kata ganti jamak "Kami" meskipun yang bicara satu orang. Ini konsep Ubuntu: penerimaan satu orang mewakili komunitas dan roh leluhur. Respon: Tinotenda zvakare (Kami juga berterima kasih kembali).
Dalam respon (balasan) lintas budaya tersebut tampak pola berikut: 
  • Merendah: Tidak apa-apa, Jangan sungkan.
  • Mengembalikan energi positif: Dengan senang hati, Kami juga berterima kasih.
  • Religius/komunal: Tuhan yang membalas, Semoga sehat/hidup”.

Kerangka pilihan makna filosofis

Dari penelaahan di muka kita memiliki kerangka makna filosofis yang dapat digunakan untuk memahami atau mengembangkan terima kasih verbal pada Suku Dayak Benuaq dan Dayak lainnya jika perlu. Filosofi mana yang paling resonan dari daftar berikut?

  • Ucapakan kasih dan penerimaan (terima kasih, Xie-xie): Menekankan kerendahan hati dan penerimaan.
  • Ucapan sebagai doa hidup (mirip Kia Ora): terima kasih berarti mendoakan agar energi hidup (belasmauri) terus mengalir pada pemberi.
  • Ucapan sebagai pengakuan komunal (mirip Tatenda): penerimaan bukan hanya pribadi, tetapi mewakili keluarga, komunitas, dan roh leluhur.
  • Ucapan sebagai ikatan timbal balik (mirip Obrigado): menerima kebaikan berarti masuk dalam jaringan utang budi yang harus dibalas dengan tindakan nyata.
  • Ucapan sebagai pujian (mirip Ngiyabonga): memuji pemberi di depan komunitas, sehingga kebaikan menjadi bagian dari memori kolektif.
  • Ucapan sebagai berkat (mirip Blagodaryu): bukan sekadar kata, tetapi pernyataan bahwa energi baik dikembalikan kepada pemberi.
  • Gestur khas (Mirip Yadah): Bahasa tubuh yang menandakan pengakuan akan kebaikan. 

Perlukah menetapkan terima kasih verbal dalam Bahasa Dayak?

Saya menjawab pertanyaan itu dengan "Ya". Berikut alasannya:
  • Bahasa itu hidup, tumbuh atau beradaptasi. Karena itu saya beranggapan menggunakan kata yang berakar kuat dalam tradisi kuno di dalam interaksi sosial modern adalah wajar.
  • Komunikasi lintas-budaya: Masyarakat Dayak kini makin "urbanized" dalam arti makin mendapat pengaruh budaya kota meskipun mereka berada di pedalaman. Terima kasih verbal yang asli Dayak Benuaq bisa menjadi jati diri yang menandakan kekuatan identitas.
  • Digital etiquette (Tata krama pergaulan digital): Interaksi online (media sosial, email) sangat mengandalkan kata-kata. Nada dan gestur tidak berfungsi. Maka sebuah ucapan terima kasih yang sederhana menjadi sangat berarti.
  • Peralihan generasi: Anak-anak sekolah dan mahasiswa serta profesional Dayak secara alamiah (sudah) mengadopsi terima kasih verbal, yang tidak jarang juga digabungkan dengan resiprositas.
  • Pelestarian budaya dengan adaptasi: Menggunakan terima kasih verbal tidak berarti menghapus tradisi resiprositas (yang tetap penting). Terima kasih verbal memberikan fleksibilitas dalam konteks modern.    

Beberapa kata Dayak Benuaq yang mengandung makna terima kasih

Saya yakin ada sejumlah kata dalam bahasa Benuaq, yang bisa digali dari mantra-mantra ritual dan sastra lisan yang bisa digunakan sebagai ucapan terima kasih dalam konteks modern. Namun saya sendiri tidak tahu banyak tentang hal itu. Di sini ada dua ucapan yang memiliki kedekatan dengan terima kasih.

  • "Syukur siper" disampaikan tokoh Benuaq Yahya Marthan dalam sebuah dikusi di group WAG adalah bentuk ucapan syukur atas kehadiran atau bantuan.  Tapi ini juga belum tentu cocok sebagai ucapan terima kasih. Tulisnya, "Yg perlu kita perdalam makna kata " Syukur  Siper " apakah mengandung arti. Untung ada bantuan, ataukah secara kebetulan dan tepat waktu ada bantuan saya juga masih mencari makan kata tsb." 
  • Tabeq (Salam Hormat): Mengambil filosofi Maori (nga mihi/Penghormatan). Kata Tabeq sudah cukup umum dipakai di Kalimantan, di luar konteks Dayak juga. Mengucapkannya dengan nada rendah dan tulus saat menerima barang bisa mewakili rasa "Saya menghormatimu atas pemberian ini". Menurut Daniel Kitok (Kepala Adat Kampung Benung di Kutai Barat) kata Tabeq sualiq yang mengandung makna yang kaya: Yang saya hormati, yang saya cintai, yang saya banggakan. Kata ini sering dipakai saat mengawali sebuah kata sambutan. Apakah Tabeq sualiq cocok dijadikan ucapan terima kasih.

Langkah selanjutnya

Tulisan ini bertujuan mengajak kita merenungkan pentingnya menghadirkan ungkapan terima kasih secara verbal bagi masyarakat Dayak dalam konteks kehidupan modern.

Sudah saatnya kita kembali membuka khazanah sastra lisan yang diwariskan leluhur. Mungkin di dalamnya terdapat kata atau istilah yang mengandung makna doa, pujian, penghormatan, utang budi, kasih, keselamatan, syukur, semangat, maupun daya hidup. Pengetahuan semacam ini biasanya masih tersimpan pada para tetua dan pelaku tradisi, termasuk dalam ranah keagamaan. Selain itu, perlu juga dirumuskan bentuk balasan atau respon yang tepat terhadap ucapan terima kasih.

Apabila tercapai kesepahaman, langkah berikutnya adalah menyebarluaskan dan mengampanyekan penggunaannya melalui berbagai cara.

Silakan bagikan pandangan dan saran Anda di sini atau lewat forum diskusi.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Etnografi Borneo: Membangun pemahaman tentang keberagaman Kalimantan

Rumpun Dayak ini pernah punya usulan nama IKN dan gedung-gedung penting

Argumen antropologis pentingnya warga Balik dan Paser di IKN tetap hidup berkomunitas

Speedboat ke pedalaman Mahakam

Speedboat ke pedalaman Mahakam
Martinus Nanang di dermaga Samarinda Ilir