Ketika “Kemenangan” Bukan Soal Menang: Strategi Narasi Kemenangan Iran ala Khamenei
"Saya merasa perlu untuk menyampaikan beberapa ucapan selamat kepada bangsa Iran yang besar: Pertama, selamat atas kemenangan atas rezim Zionis palsu. Dengan segala hiruk-pikuk itu, dengan semua klaim tersebut, rezim Zionis, di bawah pukulan Republik Islam, hampir runtuh dan hancur" (Ayatullah Ali Khamenei, Jerusalem Post, 26 Juni 2025).
Kemenangan yang aneh
Itulah pernyataan resmi Khamenei menyambut “kemenangan meyakinkan” (decisive victory) Iran atas Israel dalam perang 12 hari yang baru saja berakhir. Di jalan-jalan Tehran kita menyaksikan perayaan kemenangan yang ramai.
Menyaksikan melalui saluran-saluran TV internasional dan media-media independen logika lurus kita tentu akan bertanya: Kok Iran menang? Bukankah fakta menunjukkan kebalikannya?Pertanyaan itu muncul
dari fakta bahwa Iran sebenarnya babak beluk dihantam bom-bom Israel. Israel
menguasai udara dan sejak hari pertama tak ada pertahanan udara Iran yang bisa
menghalau jet-jet tempur Israel. Jenderal-jenderal tertinggi Korps Garda
Penjaga Revolusi Islam (Islamic Revolution Guard Corps/IRGC) dibantai bersama
sejumlah ahli nuklir.
Jet-jet Israel juga
menghantamkan bom-bom ke instalasi nuklir di Pordow, Natanz, dan Isfahan. Mereka
juga merusak banyak peluncur rudal, drone, bandara, markas-markas komando, dan banyak lagi. Semua fakta itu cukup untuk mengatakan Iran tidak berkutik.
Tunggu dulu! Faktanya Iran
telah meluncurkan beberapa gelombang rudah-rudal balistik dan drone ke wilayah
Israel. Itu menimbulkan beberapa kesukan parah dan puluhan korban jiwa di pihak
Israel. Ancaman rudal-rudal dan drone Iran juga menyebabkan penghentian
penerbangan sipil dari dan ke Israel.
Tapi, cukupkah itu menjadi
dasar claim bahwa Iran telah menang perang secara menyakinkan? Apakah Khamenei berbohong? Atau dia tidak
tahu apa yang sebenarnya terjadi? Rupanya Iran memiliki logika dan definisi
kemenangan yang berbeda.
Jawabannya lebih rumit
dari sekadar "benar" atau "salah". Dalam politik dan
konflik modern, kemenangan bukan
selalu soal menghancurkan lawan atau mencetak angka tinggi di medan perang.
Kemenangan juga bisa didefinisikan secara strategis,
asimetris, dan politis, tergantung pada siapa yang mendefinisikannya dan
untuk siapa.
Mari kita bedah logika di balik deklarasi kemenangan Iran yang mengejutkan ini.
Mendefinisikan Kemenangan Secara Asimetris
Di medan perang
konvensional, kemenangan biasanya diukur dari berapa banyak kerusakan yang bisa
ditimbulkan pada lawan, atau seberapa sedikit kerusakan yang diterima. Tapi
bagi Iran, yang sudah bertahun-tahun menghadapi tekanan militer, ekonomi, dan
diplomatik dari Israel dan sekutunya, standar
kemenangan berbeda.
a. Menembus Garis Merah Israel
Selama ini, salah satu
"pantangan" dalam konflik Iran-Israel adalah serangan langsung dari
wilayah Iran ke tanah Israel. Tapi kali ini, Iran melanggar tabu itu. Bagi
mereka, mampu meluncurkan ratusan misil
dan drone langsung ke Israel adalah pencapaian besar, meskipun sebagian
besar berhasil dicegat.
Ini adalah sinyal
penting: Iran ingin dunia tahu bahwa mereka siap menghadapi Israel secara
terbuka, tidak lagi hanya melalui proksi seperti Hizbullah, Houthi di Yaman, atau milisi Syiah di Irak dan Suriah. Dan bagi rezim di Teheran, ini
sudah cukup untuk disebut "kemenangan".
b. Demonstrasi Kemampuan Militer
Dengan meluncurkan
ratusan proyektil dalam satu malam, Iran juga memamerkan kapasitas militernya.
Mereka menunjukkan bahwa mereka bisa menyerang dari jauh, dalam jumlah besar,
dan memaksa Israel serta sekutu-sekutunya (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Yordania)
untuk melakukan operasi pertahanan besar-besaran.
Serangan tersebut
memang sebagian besar berhasil ditangkis, tapi bagi Iran, memaksa musuh mengeluarkan upaya besar untuk bertahan juga adalah
bentuk kemenangan.
c. Menjual “Kerusakan” Sekecil Apa Pun Sebagai
Keberhasilan
Media pemerintah Iran
menayangkan cuplikan serangan yang tampaknya berhasil mengenai sasaran—meski
tidak selalu jelas apakah itu kerusakan nyata atau hanya propaganda visual.
Dalam narasi mereka, fakta bahwa ada beberapa
proyektil yang berhasil menembus pertahanan Israel sudah cukup untuk
menunjukkan keberhasilan.
Kembali lagi, ini soal persepsi. Jika publik Iran melihat bahwa misil buatan dalam negeri bisa mengenai Israel, maka itu bisa diolah menjadi simbol nasionalisme dan kekuatan.
Membalik Narasi Pertahanan Koalisi
Salah satu ironi besar
dari serangan ini adalah keberhasilan Israel dalam menangkisnya justru
digunakan Iran sebagai amunisi narasi.
Iran dengan cerdik
mengangkat fakta bahwa untuk
mempertahankan diri dari serangan tersebut, Israel tidak bisa berdiri sendiri.
Ia harus dibantu oleh kekuatan militer dari berbagai negara: Amerika Serikat,
Inggris, Prancis, Yordania, bahkan Arab Saudi secara diam-diam ikut mengizinkan
penggunaan wilayah udaranya.
Bagi Iran, ini adalah bukti bahwa Israel
rentan, tidak sekuat klaimnya, dan Iran
cukup kuat untuk membuat dunia Barat ketar-ketir.
Narasi ini laris manis di dalam negeri, dan juga disebarkan ke dunia Arab dan dunia Muslim untuk menunjukkan bahwa Israel adalah proyek kolonial yang hanya bisa bertahan dengan bantuan Barat.
Imperatif Politik dalam Negeri
Mengapa Khamenei harus
menyatakan kemenangan? Karena dalam sistem politik Iran, menjaga legitimasi adalah segalanya.
a. Legitimasi Rezim
Iran tidak hanya
sebuah negara biasa; ia juga merupakan negara ideologis dengan konsep “Poros
Perlawanan” terhadap kekuatan Barat dan Israel. Jika pemimpin tertingginya
mengakui kekalahan, itu akan mengguncang fondasi ideologis tersebut.
Maka, mengakui kekalahan bukanlah pilihan.
Apa pun yang terjadi, narasi resmi harus selalu menunjukkan bahwa Iran tetap
kuat, tetap berani, dan tetap berada di jalur perjuangan.
b. Menjaga Moral Publik dan Militer
Serangan Israel ke
fasilitas militer di Iran menimbulkan kerusakan yang tidak bisa sepenuhnya
disembunyikan. Namun dalam konteks psikologis, yang lebih penting dari
kerusakan fisik adalah bagaimana publik meresponsnya.
Jika pemimpin tertinggi tampak lemah, morale rakyat dan militer bisa runtuh. Sebaliknya, jika ia tampil percaya diri dan mengklaim kemenangan, publik cenderung ikut optimis, bahkan bangga.
Mengendalikan Informasi di dalam Negeri
Iran bukanlah negara
dengan media bebas. Pemerintah mengontrol arus informasi dengan ketat, dan ini
menjadi alat penting dalam membentuk persepsi publik.
a. Tayangan Terpilih
Hanya video dan gambar
yang mendukung narasi keberhasilan yang ditayangkan. Jika ada kerusakan akibat
serangan Israel, itu tidak dipublikasikan secara luas, atau malah ditutupi.
b. Narasi Sepihak
Rakyat Iran sebagian besar hanya mendapatkan informasi dari media pemerintah atau media yang dikontrol negara. Maka, narasi kemenangan menjadi kenyataan satu-satunya yang mereka ketahui.
Apakah Khamenei Tahu Fakta Sebenarnya?
Pertanyaan ini
penting: apakah pemimpin Iran mendapatkan informasi keliru dari bawahannya?
Jawabannya kemungkinan
besar adalah tidak sepenuhnya.
Sebagai pemimpin tertinggi, Khamenei memiliki akses ke intelijen militer dan
laporan lengkap tentang serangan balasan Israel.
Namun, bisa jadi ia menerima versi yang sudah
“dipoles”. Para penasehatnya tentu tahu apa yang ingin ia dengar dan apa
yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas politik. Maka informasi yang masuk ke
tangannya disusun sedemikian rupa untuk tetap menjaga narasi bahwa Iran tidak
kalah.
Dan pada akhirnya, pernyataan kemenangannya bukan ditujukan untuk menggambarkan realitas militer, tapi untuk membentuk realitas politik dan psikologis.
Narasi Kemenangan Sebagai Strategi
Dalam dunia
pascaperang informasi, “kemenangan” tidak lagi ditentukan di medan laga semata,
tetapi juga di medan persepsi. Dan dalam hal ini, Iran sedang memainkan permainan yang berbeda.
Dengan menyatakan
kemenangan:
- Mereka menunjukkan keberanian mengambil
risiko tinggi (menyerang langsung Israel).
- Mereka menciptakan simbol kekuatan di mata
publik domestik dan sekutu regional.
- Mereka menepis narasi kemenangan dari
pihak Israel.
- Mereka tetap menjaga daya tawar politik di
kawasan.
Kemenangan, dalam kerangka ini, bukan soal mengalahkan musuh sepenuhnya, tetapi soal bertahan, menunjukkan taring, dan terus bermain dalam permainan kekuasaan.
Pelajaran dari Kemenangan yang “Dipilih”
Pernyataan kemenangan
oleh Khamenei mungkin terlihat aneh bagi dunia luar. Tapi bagi Iran, ini adalah
bagian dari strategi panjang dalam menjaga eksistensi dan daya tawar geopolitik
mereka.
Kita bisa belajar
bahwa dalam konflik modern, narasi bisa
sama pentingnya—bahkan lebih penting—dari hasil faktual. Apalagi ketika
konflik tersebut terjadi di hadapan publik global yang dibanjiri informasi,
misinformasi, dan propaganda.
Pada akhirnya, yang menang bukan hanya yang menghancurkan,
tetapi juga yang mampu membentuk cara dunia melihat pertempuran itu.
Komentar
Posting Komentar