Argumen antropologis pentingnya warga Balik dan Paser di IKN tetap hidup berkomunitas

Sebuah pertanyaan yang saya sering dengar dari masyarakat adat di sekitar IKN adalah ini: Apakah kami dapat mempertahankan identitas budaya kami? Apakah kami akan tenggelam di dalam kemoderenan ibu kota Nusantara? 

Pertanyaan itu mengisyaratakan kekuatiran yang sangat dalam, khususnya dari warga suku Balik dan Paser di Kecamatan Sepaku. Populasi mereka sangat kecil dan lemah dari segi ekonomi, pendidikan dan politik. Hal itu menjadikan mereka sangat rentan dimangsa oleh modernitas yang diwakili IKN dan kekuatan lain yang menyertainya. Sering kali kekuatan-kekuatan seperti itu tidak memiliki karakter manusiawi. 

Hidup sebagai komunitas

Karena itu sejak lama saya beranggapan bahwa masyarakat adat Suku Balik dan Paser harus diberi "hak khusus yang dilindungi hukum." Secara lebih khusus lagi mereka harus diberi ruang untuk hidup sebagai "komunitas". 

"Hidup sebagai komunitas" di sini berarti seluruh warga hidup di dalam satu kesatuan ruang, sehingga mereka mereka dapat membangun hubungan yang erat satu sama lain (close-knit community). Mereka tinggal di rumah-rumah di dalam satu wilayah yang sama dan bisa dianggap bertetangga. 

Kebalikannya adalah hidup terpencar-pencar (dispersed). Katakanlah mereka tetap di wilayah IKN, namun beberapa keluarga tinggal di RT 3 Sepaku, 1 keluarga di Maridan, 2 keluarga di Mentawir, dan seterusnya.  Kehidupan terpencar-pencar seperti itu akan menghancurkan budaya mereka. 

Mengapa penting hidup berkomunitas?

Hidup berkomunitas penting untuk melestarikan identitas budaya asli, yang meliputi berbagi pengetahuan dan kearifan tradisi, pelestarian bahasa, identitas dan kebanggan kolektif, praktik-praktik budaya, dan hubungan dengan tanah. 

Konsekuensi atau akibat yang muncul dari hidup berkomunitas dibanding dengan hidup terpencar ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel perbandingan konsekuensi budaya dari hidup berkomunitas dan hidup terpencar

Unsur Kebudayaan Hidup Berkomunitas Hidup Terpencar
1. Berbagi pengetahuan dan tradisi. Mudah berbagi pengetahuan, cerita, adat istiadat, sejarah lisan, ritual dan praktik lainnya. Individu mungkin kehilangan kontak dengan akar budayanya, dan pewarisan tradisi menjadi lemah. 
2. Pelestarian bahasa. Bahasa asli dapat dipertahankan dan dikembangkan. Percakapan, nyanyian, dan upacara dilakukan dalam bahasa asli. Penggunaan bahasa menurun. Tanpa interaksi sehari-hari, kefasihan akan berkurang dan bahasa menjadi terancam.
3. Identitas dan kebanggaan kolektif. Rasa identitas kolektif kuat. Kebanggaan akan warisan tradisi dan adat istiadat kuat. Rasa identitas kolektif lemah. Individu melebur ke dalam budaya yang kuat dan budaya asli hilang.
4. Praktik dan ritual budaya.

Upacara, tarian, dan ritual bisa dijalankan dan memperkuat ikatan komunitas dan nilai-nilai budaya.

Praktik-prakti ini sulit dijalankan karena tidak ada partisipasi masyarakat.
5. Hubungan dengan tanah. Ikatan emosional dan spiritual dengan tanah leluhur dapat dipertahankan. Putusnya hubungan dengan tanah. Praktik pertanian dan berburu tidak bisa lagi.

Jelaslah, kehidupan berkomunitas memainkan peran penting dalam melestarikan identitas budaya asli. Dengan tetap bersatu, komunitas adat dapat mewariskan tradisi, bahasa, dan praktik mereka. Penting sekali untuk mengakui dan membina kehidupan berkomunitas yang kuat dan saling terhubung dengan erat, untuk menjaga kekayaan warisan dan identitas budaya mereka. 

Harus dijamin lebih dulu

Menurut pihak Otoritas Ibu Kota Nusantara (OIKN) penduduk asli di IKN tidak akan diabaikan atau dirugikan. Alangkah bagusnya sikap ini.  

Tidak diabaikan dan tidak dirugikan itu yang paling dasariah adalah adanya pengakuan akan hak berkomunitas di dalam ruang hidup yang sama. Itu yang harus dijamin (dipastikan) lebih dulu; yang lainnya (pendidikan, ekonomi, dll) mengikuti. 

Saya curiga pengakuan dasar itu belum ada, terindikasi dari adanya ultimatum agar ratusan warga Pemaluan membongkar rumah-rumah mereka dalam 7 hari. Ultimatum itu kemudian dicabut. Apakah akan ada bentuk pemaksaan lain? 

Sebenarnya dari perspektif modernitas IKN saja kekhasan budaya suku Balik dan Paser seharusnya dianggap sebagai unsur kekayaan budaya daribagi sebuah kota modern yang multikultur. Itu nanti akan menjadikan Indonesia bersinar di mata dunia. 


Lihat penjelasan sejenis di Youtube: Premiering 30 Maret 2024 jam 19:00 WITa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Etnografi Borneo: Membangun Pemahaman tentang Keberagaman Kalimantan

IKN benar-benar inklusif? Ultimatum pembongkaran rumah warga asli indikasi ada yang akan disingkirkan

Speedboat ke pedalaman Mahakam

Speedboat ke pedalaman Mahakam
Martinus Nanang di dermaga Samarinda Ilir