COP30 di Belem Brazil: 10 tahun pasca Paris Agreement dan agenda krusial

Satu dekade yang lalu, pada tahun 2015, dunia bersatu di Paris, menandatangani sebuah kesepakatan iklim monumental: Paris Agreement. Dengan janji ambisius untuk menahan kenaikan suhu global di bawah 2°C, dan target ideal 1,5°C di atas tingkat pra-industri, kesepakatan ini memancarkan harapan akan masa depan yang lebih hijau. Namun, sepuluh tahun berlalu, realitas justru semakin menantang. Tahun 2024 mencatat suhu rata-rata global melampaui 1,55°C, diiringi oleh bencana iklim yang kian intens di seluruh dunia. Dalam konteks ini, Konferensi Para Pihak ke-30 (COP30) di BelĂ©m, Brasil, pada 10-21 November 2025 hadir bukan hanya sebagai peringatan satu dekade, tetapi sebagai panggung krusial untuk menentukan langkah nyata demi masa depan iklim global.

Belém: Simbol perjuangan di gerbang Amazon

Pemilihan Belém, kota di tepi hutan Amazon, sebagai tuan rumah COP30 adalah pesan simbolis yang kuat. Amazon, sebagai paru-paru dunia, krusial bagi penyerapan karbon, namun terus terancam oleh deforestasi dan eksploitasi. Penyelenggaraan COP30 di sini menegaskan bahwa masa depan iklim global terkait erat dengan nasib ekosistem vital ini. Brasil, di bawah kepemimpinan baru, berupaya menunjukkan komitmen perlindungan Amazon, meski dilema antara konservasi dan kebutuhan ekonomi tetap menjadi tantangan besar. COP30 akan menguji kapasitas Brasil untuk memimpin dengan teladan dalam mencapai keseimbangan ini.

Global stocktake dan urgensi tindakan

COP30 menjadi arena penting untuk Global Stocktake kedua, sebuah evaluasi kolektif komprehensif atas kemajuan dunia dalam mencapai tujuan Paris Agreement. Dengan hasil Global Stocktake pertama pada COP28 yang menunjukkan bahwa dunia jauh tertinggal, COP30 akan semakin menekankan urgensi untuk meningkatkan ambisi dan implementasi. Emisi global masih tinggi, transisi energi lambat, dan ketidakadilan iklim semakin nyata. Agenda utama di Belém akan fokus pada bagaimana menutup kesenjangan ambisi dan memastikan negara-negara benar-benar bergerak dari janji ke tindakan.

Agenda-agenda penting di COP30: Dari retorika ke aksi nyata

Dalam suasana urgensi yang mendalam di Belém, diskusi tidak lagi berkisar pada "apakah" tetapi "bagaimana". Beberapa agenda pembahasan penting akan mendominasi negosiasi:

  1. Peningkatan ambisi NDC (Nationally Determined Contributions):
    • Isu: Target pengurangan emisi yang diajukan oleh banyak negara (NDC) saat ini masih belum cukup untuk mencapai target 1,5°C.
    • Agenda di COP30: Akan ada tekanan besar bagi negara-negara, terutama penghasil emisi terbesar, untuk merevisi dan meningkatkan ambisi NDC mereka secara signifikan sebelum atau saat COP30. Ini termasuk komitmen yang lebih kuat terhadap target net-zero dan pengurangan emisi jangka pendek.
  2. Realisasi pendanaan iklim:
    • Isu: Janji negara maju untuk menyediakan USD 100 miliar per tahun kepada negara berkembang belum sepenuhnya terpenuhi, menyebabkan krisis kepercayaan. Pendanaan untuk adaptasi juga masih jauh dari memadai.
    • Agenda di COP30: Negosiasi akan fokus pada penyediaan New Collective Quantified Goal (NCQG) untuk pendanaan iklim pasca-2025 yang jauh lebih besar dari USD 100 miliar, serta mekanisme implementasi yang transparan dan dapat diakses. Pembentukan dan operasionalisasi dana Loss and Damage juga akan menjadi prioritas.
  3. Akselerasi transisi energi dari fosil ke terbarukan:
    • Isu: Meskipun ada kesepakatan untuk "transisi menjauh" dari bahan bakar fosil, laju transisi masih terlalu lambat.
    • Agenda di COP30: Diskusi akan berpusat pada target global yang lebih konkret untuk tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan dan dua kali lipat efisiensi energi pada tahun 2030. Akan ada upaya untuk mendapatkan komitmen yang lebih jelas mengenai penghapusan subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien dan batas waktu untuk penghentian penggunaan batubara.
  4. Perlindungan dan restorasi ekosistem, khususnya Amazon:
    • Isu: Deforestasi, degradasi lahan, dan hilangnya keanekaragaman hayati terus mengancam ekosistem vital. Penyelenggaraan di BelĂ©m menyoroti Amazon secara khusus.
    • Agenda di COP30: Akan ada penekanan pada peningkatan komitmen untuk menghentikan deforestasi, mempromosikan restorasi lahan, dan mengakui peran krusial masyarakat adat sebagai penjaga hutan. Mekanisme pendanaan untuk perlindungan hutan dan solusi berbasis alam juga akan dibahas.
  5. Penguatan adaptasi dan pembangunan ketahanan:
    • Isu: Dampak perubahan iklim sudah terjadi, dan negara-negara paling rentan membutuhkan dukungan lebih besar untuk beradaptasi.
    • Agenda di COP30: Negosiasi akan terus membentuk dan mengimplementasikan Global Goal on Adaptation (GGA), dengan tujuan menetapkan target kuantitatif dan kualitatif untuk adaptasi, serta mengidentifikasi cara untuk meningkatkan pendanaan dan dukungan teknis bagi negara-negara berkembang.
  6. Keadilan iklim dan partisipasi inklusif:
    • Isu: Prinsip common but differentiated responsibilities sering kali terabaikan, dan suara masyarakat adat serta generasi muda perlu lebih didengar.
    • Agenda di COP30: Akan ada penekanan pada pertanggungjawaban negara maju atas dampak historis, dan memastikan bahwa transisi energi tidak meninggalkan siapa pun. Peran masyarakat sipil, komunitas lokal, dan generasi muda akan menjadi sentral dalam membentuk kebijakan yang relevan dan adil.

Konsekuensi absennya pemimpin kunci: AS dan China

Kehadiran dan komitmen dari negara-negara dengan emisi terbesar dan kekuatan ekonomi terbesar adalah fundamental. Absennya para pemimpin kunci, terutama dari Amerika Serikat dan Tiongkok, dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi efektivitas COP30:

  • Hilangnya momentum diplomatik: AS dan Tiongkok, sebagai dua penghasil emisi terbesar, sering kali menjadi katalisator bagi terobosan. Tanpa kehadiran langsung pemimpin mereka, momentum diplomatik untuk mencapai kesepakatan ambisius dapat terhambat.
  • Melemahnya ambisi global: Ketidakhadiran pemimpin dari kekuatan ekonomi dan emisi terbesar dapat mengurangi tekanan pada negara-negara lain untuk meningkatkan ambisi NDC mereka. Hal ini dapat mengikis kepercayaan dan semangat kolektif.
  • Hambatan pendanaan iklim dan transisi energi: Absennya pemimpin AS dapat memperlambat kemajuan dalam pendanaan iklim, sementara absennya pemimpin Tiongkok dapat menghambat diskusi mengenai transisi energi global dan kerja sama teknologi.
  • Pergeseran kekuatan dan ketidakpastian: Ini dapat menciptakan kekosongan kepemimpinan, mengalihkan fokus dari konsensus global ke negosiasi bilateral, dan mengirimkan sinyal ketidakpastian mengenai arah kebijakan iklim di masa depan dari kedua negara tersebut.

Belém sebagai momen penentu

Sepuluh tahun setelah Deklarasi Paris, COP30 di Belém adalah momen penentu. Dunia tidak bisa lagi sekadar membuat janji. Konferensi ini menuntut aksi konkret: peningkatan ambisi NDC, realisasi pendanaan iklim yang adil, akselerasi transisi energi, perlindungan ekosistem vital seperti Amazon, dan penguatan adaptasi. Dengan tantangan geopolitik dan krisis kepercayaan yang membayangi, Belém harus menjadi titik balik di mana narasi lokal bertemu dengan agenda global untuk menghasilkan komitmen yang tak terbantahkan. Apakah kita akan memilih jalan keberlanjutan dan keadilan, atau menyerah pada krisis iklim yang semakin parah, akan sangat ditentukan oleh hasil COP30.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Etnografi Borneo: Membangun pemahaman tentang keberagaman Kalimantan

Rumpun Dayak ini pernah punya usulan nama IKN dan gedung-gedung penting

Argumen antropologis pentingnya warga Balik dan Paser di IKN tetap hidup berkomunitas

Speedboat ke pedalaman Mahakam

Speedboat ke pedalaman Mahakam
Martinus Nanang di dermaga Samarinda Ilir