Fasisme-Ultranasionalisme: Identitas bangsa yang menjelma jadi tirani
Namun, bahaya fasisme tidak berhenti di buku sejarah; benih-benih ultranasionalisme yang mendasarinya masih sering muncul kembali dalam wajah politik kontemporer.
Apa itu fasisme?
Fasisme adalah ideologi politik radikal yang mengutamakan bangsa atau ras di atas kepentingan individu. Fasisme bukan sekadar nasionalisme biasa yang mencintai tanah air, melainkan ultranasionalisme yang agresif. Dalam pandangan fasis, negara adalah segalanya, dan individu hanya memiliki arti sejauh mereka melayani negara.Tokoh-tokoh fasisme terkenal dalam sejarah adalah Adolf Hitler (Jerman), Benito Mussolini (Italia), Francisco Franco (Spanyol), dan Hideki Tojo (Jepang). Ambisi para fasis tersebut (kecuali Franco yang tidak terlibat langsung) menjadi salah satu faktor utama tercetusnya Perang Dunia II.
Pilar-pilar utama ideologi fasis
Untuk mengenali ancaman fasisme, kita harus memahami pilar-pilar yang menyangganya:
- Pemujaan terhadap pemimpin (cult of personality): Fasisme membutuhkan sosok "orang kuat" (the strongman) yang dianggap maksum dan tidak boleh dikritik. Pemimpin ini diposisikan sebagai penyelamat bangsa yang mampu membawa kembali kejayaan masa lalu.
- Militerisme dan kekerasan: Bagi fasisme, kekerasan politik adalah alat yang sah. Mereka menggunakan milisi atau kelompok paramiliter untuk mengintimidasi lawan politik. Perang dan penaklukan sering kali dipandang sebagai cara untuk membuktikan kehebatan sebuah bangsa.
- Penolakan terhadap pluralism: Fasisme memandang keberagaman (baik itu pendapat, etnis, maupun agama) sebagai kelemahan. Mereka menginginkan keseragaman mutlak dalam masyarakat. Siapa pun yang berbeda atau dianggap tidak "murni" secara identitas akan dicap sebagai pengkhianat atau ancaman.
- Kontrol total terhadap informasi: Propaganda adalah napas dari rezim fasis. Kebenaran tidak ditentukan oleh fakta, melainkan oleh apa yang diputuskan oleh negara. Media independen diberangus dan digantikan oleh corong suara pemerintah.
Fasisme vs. Nasionalisme biasa
Nasionalisme pada dasarnya adalah rasa cinta terhadap tanah air, kebanggaan pada identitas budaya, dan semangat untuk menjaga persatuan bangsa. Nasionalisme bisa tumbuh subur dalam sistem demokrasi, karena nasionalisme tidak selalu menolak kebebasan individu.
Bentuknya bisa berupa pendidikan, simbol-simbol nasional, atau kebijakan publik yang memperkuat rasa kebersamaan. Contoh nasionalisme yang sehat dapat kita lihat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia atau gerakan India di bawah Gandhi, yang menekankan persatuan tanpa harus menindas bangsa lain.
Sebaliknya, fasisme adalah bentuk nasionalisme yang ekstrem. Fasisme menolak demokrasi liberal dan menggantinya dengan pemerintahan otoriter yang diktator. Dalam fasisme, negara dianggap lebih penting daripada individu, sehingga hak-hak pribadi sering dihapus demi kepentingan bangsa atau ras.
Hubungan dengan bangsa lain biasanya bersifat eksklusif dan agresif. Fasisme memandang rendah pihak luar dan mendorong ekspansi militer. Metodenya pun keras berupa propaganda, militerisme, penindasan oposisi, serta kontrol penuh atas masyarakat dan ekonomi.
Intinya, nasionalisme biasa bisa hidup berdampingan dengan demokrasi dan pluralisme, sementara fasisme adalah nasionalisme yang berubah menjadi tirani, menolak kebebasan, dan menindas pihak yang berbeda.
Mengapa fasisme adalah musuh bebuyutan demokrasi?
Demokrasi dibangun di atas prinsip kebebasan individu dan kesetaraan di depan hukum. Fasisme, di sisi lain, berdiri di atas prinsip subordinasi total. Berikut adalah dampak destruktifnya:
- Penghancuran hak asasi manusia: Dalam sistem fasis, hak asasi manusia dianggap sebagai penghambat efisiensi negara. Hak untuk hidup, bebas berpendapat, dan bebas dari rasa takut dihilangkan demi tujuan kolektif yang semu.
- Rasialisme dan diskriminasi sistemik: Fasisme sering kali berakar pada rasa superioritas satu kelompok. Hal ini secara otomatis menciptakan kasta warga negara, di mana kelompok minoritas menjadi target persekusi, pengusiran, atau bahkan genosida.
- Ketiadaan check and balances: Demokrasi membutuhkan pengawasan. Fasisme menghancurkan semua lembaga pengawas agar kekuasaan bisa berjalan tanpa hambatan. Tanpa adanya oposisi dan hukum yang independen, negara berubah menjadi tirani yang tak terkendali.
Wajah baru: neo-fasisme di era digital
Fasisme modern jarang muncul dengan seragam militer atau parade obor seperti masa lalu. Ia sering kali bersembunyi di balik retorika "perlindungan identitas" atau "keamanan nasional". Di era digital, ultranasionalisme menyebar melalui algoritma media sosial yang menciptakan echo chambers (ruang gema), di mana kebencian terhadap "pihak luar" dipupuk setiap hari.
Narasi-narasi seperti "bangsa kita sedang dijajah oleh imigran" atau "tradisi kita sedang dihancurkan oleh nilai-nilai asing" sering kali menjadi pintu masuk bagi pemikiran fasis untuk diterima oleh masyarakat yang sedang merasa tidak aman secara ekonomi atau sosial.
Menjaga benteng demokrasi
Melawan fasisme membutuhkan keberanian sipil dan kewaspadaan intelektual. Beberapa langkah krusial meliputi:
- Menghargai inklusivitas: menyadari bahwa kekuatan sebuah bangsa terletak pada kemampuannya merangkul perbedaan, bukan menyeragamkannya.
- Pendidikan sejarah yang kritis: mempelajari masa lalu bukan untuk membenci, tetapi untuk memahami betapa mahalnya harga yang dibayar manusia ketika mereka menyerahkan kebebasan demi keamanan semu.
- Melindungi kebebasan pers: mendukung jurnalisme yang berani mengungkap kebenaran di tengah banjir propaganda.
- Penegakan hukum yang tidak memihak: memastikan bahwa tidak ada individu atau kelompok yang berada di atas hukum, sekuat apa pun posisi mereka.
Fasisme dan ultranasionalisme adalah racun bagi kemanusiaan. Ideologi ini menjanjikan kebanggaan dan kejayaan, namun pada akhirnya hanya memberikan kehancuran dan kebencian. Demokrasi mungkin tampak lambat dan penuh perdebatan, tetapi itulah cara terbaik yang kita miliki untuk memastikan bahwa martabat setiap manusia tetap terjaga.
Menjadi nasionalis berarti mencintai rakyatnya, bukan membenci mereka yang berbeda.

Komentar
Posting Komentar