Hak aborsi di dalam konstitusi Prancis: Pertentangan antara dua hak azasi?
Pada 28 Februari 2024 Senat Prancis menyetujui dimasukkannya hak perempuan untuk melakukan aborsi ke dalam konstitusi negara itu. Pada Senin 4 Maret Parlemen menyetujui hal yang sama dengan lebih dari tiga per lima mayoritas yang diperlukan. Kemudian pada Hari Perempuan Sedunia (International Women's Day) 8 Maret diadakan upacara pemeteraian amandemen konstitusi yang dihadiri oleh Presiden Emmanuel Macron dan Menteri Kehakiman Eric Dupon-Moretti.
Argumen di balik keputusan Prancis untuk memasukkan hak aborsi ke dalam konstitusinya terdapat banyak aspek yang mencerminkan kombinasi konteks sejarah, opini publik, dan pertimbangan hukum. Mari kita selidiki beberapa aspek utama:
Konteks Sejarah
Mengakhiri kehamilan secara sukarela: Pendekatan Prancis menekankan bahwa mengakhiri kehamilan secara sukarela adalah hak mendasar. Konteks sejarah ini menggarisbawahi pentingnya melindungi otonomi perempuan dan akses terhadap prosedur aborsi yang aman.
Opini Publik dan Konsensus Politik
Dukungan publik yang kuat: Opini publik di Prancis sangat mendukung hak aborsi. Berdasarkan jajak pendapat tahun 2022, 86% warga Prancis memilih untuk memasukkan hak aborsi ke dalam konstitusi.
Dukungan Bipartisan: Bahkan di kalangan politisi sayap kanan, terdapat dukungan yang signifikan terhadap hak aborsi. Dalam sidang baru-baru ini, Majelis Nasional Prancis memberikan suara terbanyak (780 setuju, 72 menolak) untuk memasukkan “kebebasan melakukan aborsi” ke dalam konstitusi. Hanya sebagian kecil anggota parlemen konservatif yang menentang RUU tersebut.
Posisi Sayap Kanan: Meskipun partai sayap kanan National Rally umumnya mendukung hak aborsi, hal ini tetap menjadi topik kontroversial di dalam kelompok mereka. Beberapa anggota parlemen dari partai ini memilih perubahan konstitusi, sementara yang lain abstain atau menentangnya.
Pertimbangan Hukum dan Konstitusi
Perlindungan konstitusional: Dengan mencantumkan hak aborsi dalam konstitusi, Prancis bertujuan untuk memberikan jaminan hukum yang lebih kuat terhadap potensi pembalikan politik. Negara ini menjadi negara pertama di dunia yang memasukkan hak aborsi ke dalam kerangka konstitusinya.
Kebebasan dan hak reproduksi: Dewan konstitusi Prancis sebelumnya mendasarkan persetujuannya terhadap aborsi pada gagasan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1789, yang secara teknis merupakan bagian dari Konstitusi. Perspektif ini menekankan otonomi individu dan kebebasan reproduksi.
Singkatnya, keputusan Perancis untuk mengkonstitusionalisasi hak aborsi mencerminkan komitmen untuk menjaga otonomi reproduksi perempuan, memastikan perlindungan hukum, dan menyelaraskan dengan sentimen publik yang ada. Ini adalah langkah terobosan yang menggarisbawahi pentingnya hak-hak reproduksi dalam lanskap global yang terus berubah.
Hak Hidup Janin dalam Kandungan
Konferensi Waligereja Prancis secara konsisten menyatakan penentangan terhadap pencantuman “hak” aborsi dalam Konstitusi Perancis. Ketika Senat dan Majelis Nasional Perancis bersiap untuk mengadopsi rancangan undang-undang baru, para uskup menegaskan kembali bahwa aborsi tetap merupakan serangan terhadap kehidupan manusia yang harus dilindungi sejak awal. Mereka menekankan bahwa hal ini tidak dapat dilihat secara eksklusif dari perspektif hak-hak perempuan.
Meskipun mengakui kesulitan yang mungkin memaksa beberapa perempuan untuk melakukan aborsi, para uskup menyesalkan bahwa langkah-langkah dukungan bagi mereka yang ingin mempertahankan anak mereka belum dibahas secara memadai dalam perdebatan tersebut. Menurut para uskup, Konstitusi Prancis seharusnya menempatkan perlindungan perempuan dan anak-anak sebagai pusatnya.
Lebih jauh lagi, Akademi Kepausan untuk Kehidupan (Pontificia Academia pro Vita/PAV) telah menyatakan dukungannya terhadap penolakan tegas Gereja Prancis terhadap amandemen konstitusi ini. PAV menekankan bahwa menghilangkan nyawa manusia bukanlah hak. PAV menyatakan solidaritas dengan para uskup Prancis.
Dalam sidang pleno para uskup Prancis telah mengkritik usulan untuk memasukkan kebebasan melakukan aborsi dalam konstitusi Prancis. Presiden Prancis Emmanuel Macron sebelumnya telah menyatakan bahwa pada tahun 2024, hak perempuan untuk memilih aborsi tidak akan dapat diubah lagi.
Ketika situasi ini berkembang, Konferensi Waligereja Prancis telah mengeluarkan seruan untuk berpuasa dan berdoa sebagai tanggapan atas diabadikannya hak aborsi dalam konstitusi negara tersebut. Perdebatan terus berlanjut, di mana Gereja Katolik menganjurkan perlindungan kehidupan dan mempertimbangkan semua hak asasi manusia dalam masalah kritis ini.
Gereja mengajarkan bahwa setiap kehidupan manusia, mulai dari saat pembuahan di dalam rahim hingga akhir alam semesta, memiliki martabat yang tak tergantikan dan harus dihormati. Bagi Gereja Katolik janin memiliki hak azasi untuk hidup. Dengan memenangkan hak aborsi, hak hidup makhluk yang paling lemah itu (janin) diabaikan.
Sumber:
vaticannews.va, thecatholicspirit.com, catholicnewsagency.com, dw.com, apnews.com, bbc.co.uk, theguardian.com, ysnews.com.
Komentar
Posting Komentar