Dunia Menjauh dari Damai: Review Status Perdamaian "Global Peace Index 2014-2023"

Pada akhir tahun 2023 dan menjelang tahun baru 2024 dunia terkesan tidak sedang baik-baik saja, tidak menjadi lebih damai, malah sebaliknya. Ada perang Israel-Hamas yang membunuh puluhan ribu orang. Ada perang di Ukraina yang tidak jelas kapan akan berakhir, perang Sudan, situasi panas geopolitik di Timur Tengah, masyarakat dikuasai geng penjahat di Haiti, perang militer lawan rakyat di Myanmar, isu migrasi ilegal ke Eropa dan Amerika Serikat. 

Credit: Pixabay
Asia Timur juga menjadi panas oleh perseteruan soal Taiwan, pengembangan dan uji coba senjata oleh Korea Utara, provokasi oleh China di luat China Selatan. Masih banyak lagi masalah perdamaian lain di Afrika dan berbagai belahan bumi lain.

Penasaran, saya coba mencari data yang dapat mendukung "kesan" tersebut. Ada banyak informasi di internet. Satu di antaranya yang dapat menjadi pegangan adalah Global Peace Index (GPI) alias Indeks Perdamaian Global (IPG). Dalam tulisan ini dipakai singkatan GPI. GPI dikeluarkan setiap tahun oleh Institute for Economics and Peace (IEP) yang memiliki kantor pusat di Sydney, Australia. Lihat www.economicsandpeace.org. IEP adalah lembaga independen dan non-partisan. 

Status Perdamaian Dunia

Untuk melihat trend saya mengumpulkan data selama 10 tahun, dimulai tahun 2014 sampai 2023. Namun perlu diketahui bahwa GPI pada tahun terbitnya dokumen tidak memuat informasi tentang kondisi pada tahun tersebut, melainkan tahun sebelumnya. Jadi GPI 2023 memuat informasi  tahun 2022. GPI 2023 diterbitkan pada Juni 2023.

Dengan demikian  pergolakan perang dan isu-isu perdamaian yang terbaru belum masuk di dalam laporan tersebut. Namun demikian laporan GPI yang terkumpul selama 10 tahun tersebut memberi cukup gambaran bagi awam mengenai situasi perdamaian dunia.

Rata-rata indeks global menunjukkan kenaikan dari 2.058 pada 2014 menjadi 2.196 pada 2023 atau sebesar 6.70%. Ini merupakan petunjuk bahwa dunia telah menjadi kurang damai.

Trend selama 10 tahun menunjukkan konsistensi, di mana setiap tahun terjadi kenaikan angka indeks rata-rata; tidak pernah turun atau bertahan.

Alasan untuk Pesimis

Dari trend tersebut saya menjadi yakin bahwa kesan mengenai kondisi dunia ini ternyata memang benar tidak menjadi  lebih baik. Hal ini membuat saya cukup pesimis menghadapi tahun 2024 dan seterusnya.  

Rasa pesimis itu cukup beralasan juga kalau melihat ada 12 negara (7.36%) dengan rapor merah (sangat tidak damai). Lima di antaranya di ranking paling buruk, yaitu Afghanistan (3.448), Yaman (3.350), Syria (3.294), Sudan Selatan (3.221), dan Republik Demokratik Congo (3.214). Di level merah ini ternyata ada negara besar, yaitu Russia. Saya sebut saja Russia sebagai boss.

Di level oranye (rendah) ada 25 negara (15.33%) dengan negara besar seperti Amerika Serikat dan Prancis dapat diumpamakan sebagai bossnya. Dua negara maju ini belum berhasil membuat negaranya peaceful. Palestina yang dalam GPI 2023 tergolong oranye sangat mungkin menjadi merah pada GPI 2024.

Ada Juga Alasan untuk Optimis

Meskipun demikian beberapa negara yang memiliki indeks GPI rendah (kedamaian tinggi) memberikan inspirasi bahwa kedamaian dapat dicapai. Terdapat 50 negara (30.67%) masuk golongan biru muda alias tingkat kedamaian tinggi. Negara maju di kelompok ini antara lain Jerman, Italia, Belgia, dan Inggris. Indonesia juga termasuk di sini. 

Yang paling memberi harapan adalah negara-negara yang di kelompok biru tua, yaitu kelompok negara yang paling damai (peaceful). Ada 14 negara (8.58%) di kelompok ini; 10 di antaranya ada di Eropa, 1 negara di Oceania (Selandia Baru), 2 negara di Asia (Jepang dan Singapura) dan 1 negara di Amerika Utara (Canada).  

Lima negara dari kelompok biru tua (paling peaceful) pada 2023 adalah Islandia (1.124), Denmark (1.310), Irlandia (1.312), Selandia Baru (1.313) dan Austria (1.316). 

Indeks Perdamaian di Indonesia

Kondisi perdamaian di Indonesia secara keseluruhan mengalami perbaikan pada 2023 dibanding 2014. Namun trend dalam tiga tahun terakhir (2021-2023) cukup membuat khawatir karena terjadi kenaikan indeks berturut-turut selama dua tahun.  Artinya Indonesia bergerak menjadi kurang damai dibanding sebelumnya. 

Indeks GPI Indonesia berfluktuasi alias turun dan naik dalam 10 tahun terakhir. Analisis lebih dalam mengenai penyebabnya dapat dilakukan dengan melihat 23 indikator GPI. 

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membuat analisis tersebut. Hanya dapat dikatakan situasi perdamaian di Indonesia agak volatile alias tidak stabil. Dapat diduga ada faktor-faktor penyebab yang belum dapat diatasi oleh negara. 

Di sini kita perlu cukup hati-hati karena faktor pemicu tertentu dapat membuat situasi menjadi lebih buruk, terutama di tahun politik 2024.

Indikator Perdamaian Global

GPI adalah pengukuran tingkat kedamaian global yang meliputi 163 negara dan teritori berdasarkan 23 indikator. Indikator-indikator tersebut terbagi menjadi tiga wilayah cakupan (domain), yaitu konflik domestik dan internasional yang sedang berlangsung, keselamatan dan keamanan masyarakat, dan militerisasi.

Domain 1: Konflik domestik dan internasional yang sedang berlangsung
  1. Jumlah dan durasi konflik internal.
  2. Jumlah kematian akibat konflik eksternal yang terorganisir.
  3. Jumlah kematian akibat konflik internal yang terorganisir.
  4. Jumlah, durasi, dan peran dalam konflik eksternal.
  5. Intensitas konflik internal yang terorganisir.
  6. Hubungan dengan negara tetangga.
Domain 2: Keselamatan dan keamanan masyarakat
  1. Tingkat kriminalitas yang dirasakan di masyarakat.
  2. Jumlah pengungsi dan orang yang terusir secara internal (persentase dari populasi).
  3. Ketidakstabilan politik.
  4. Skala teror politik.
  5. Dampak terorisme.
  6. Jumlah pembunuhan per 100.000 orang. 
  7. Tingkat kejahatan dengan kekerasan.
  8. Kemungkinan terjadinya demonstrasi yang disertai kekerasan.
  9. Jumlah orang yang dipenjara per 100.000 orang.
  10. Jumlah petugas keamanan dalam negeri per 100.000 orang. 
Domain 3: Militerisasi
  1. Persentase pengeluaran militer terjadap PDB.
  2. Jumlah personel angkatan bersenjata per 100.000 orang. 
  3. Volume transfer senjata konvensional utama ke penerima (impor) per 100.000 orang. 
  4. Volume transfer senjata konvensional utama ke pemasok (ekspor) per 100.000 orang. 
  5. Kontribusi finansial untuk misi perdamaian PBB.
  6. Kemampuan senjata nuklir dan berat.
  7. Kemudahan akses terhadap senjata kecil dan senjata ringan.

Antisipasi Halangan Perdamaian Tahun 2024

Tahun 2024 belum menjadi tahun perdamaian global. Perang masih akan berlanjut antara Israel dan Hamas. Perdana Menteri Netanyahu menyatakan perang masih akan berlanjut beberapa bulan ke depan. Hal ini memiliki dua implikasi besar. Pertama, makin banyak kematian dan penderitaan di kalangan rakyat Palestina: a dire situation (situasi mengerikan), kata para reporter. 

Implikasi kedua adalah meningkatnya kebencian terhadap Israel, yang berkembang luas menjadi antisemitisme. Hal ini sudah terlihat sejak 7 Oktober 2023 telah terjadi peningkatan sangat tajam dalam aksi-aksi antisemitis di Prancis. Telah tercatat 1.040 kasus dalam bulan pertama (France24.com, 6 November 2023: France reports 1,040 anti-Semitic acts since October 7 (france24.com)

Kemungkinan perang merembet ke wilayah sekitar juga cukup mengkhawatirkan. Hisbullah sudah berkali-kali menembakkan roket dari Lebanon Selatan. Pasukan Houti di Yaman menembakkan rudal ke Israel dan menyandera kapal-kapal komersial yang mereka duga terkait dengan Israel. Walaupun tidak pernah diakui, Iran terus mendorong perang proksi di wilayah tersebut melalui kaki tangannya di Lebanon (Hisbullah), Yaman (Houti), Palestina (Hamas), Irak dan Syria. 

Russia akan melanjutkan perangnya di Ukraina. Presiden Putin sudah hampir dapat dipastikan akan terpilih menjadi presiden lagi pada 2024. Dia sudah dengan terang-terangan menyatakan perang ("operasi khusus", menurut istilah Russia) akan berlanjut. 

Perang Hamas-Israel dan Perang Ukraina saja sudah menimbulkan dampak politik dan ekonomi  yang serius bagi dunia. Belum lagi kita hitung perang-perang lain di Afrika dan Asia. 

Menurut Chatham House (Global issues to watch in 2024 | Chatham House – International Affairs Think Tank) situasi di Afghanistan masih mendapat perhatian serius. Taliban terus melatih para pemberontak di Pakistan dan China. Taliban juga akan terus memberangus hak-hak azasi perempuan. 

Di Asia Timur kita mencatat isu-isu yang bisa meledak adalah isu Taiwan yang oleh China ingin diambil kembali menjadi bagian dari negara itu. Isu Taiwan terus memanaskan hubungan China dengan Amerika Serikat. Suasana politik  makin memanas dengan diadakannya pemilihan presiden dan legislatif pada 13 Januari 2024. 

Di Semenanjung Korea situasi tidak lebih baik. Selain terus memproduksi dan melakukan uji coba rudal, pemimpin Korea Utara Kim Yong Un telah menyampaikan ancaman perang nuklir kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Mungkin Kim sekedar mengancam saja. Namun siapa tahu tindakan nekat akan diambilnya juga. 

The world is more divided than ever 

Dunia menjadi lebih terbelah dari pada sebelumnya. Setelah runtuhnya Uni Sovyet dulu saya mengira dunia akan menjadi lebih damai dan akan terjadi kerja sama lebih besar untuk  kemakmuran bersama dan kemanusiaan. 

Namun kini, semua yang saya uraikan di muka telah menjadi induk bagi lahirnya dunia yang makin terbelah. Di satu pihak ada dunia Barat yang umumnya negara maju. Secara militer negara-negara barat bergabung di dalam NATO dan secara ekonomi-politik di dalam Uni Eropa (EU). Tetapi sistem demokrasi sering menyulitkan mereka mencapai konsensus.

Di pihak yang berseberangan ada Russia. Rupanya Russia tidak bisa lepas dari ambisi Uni Sovyet dulu untuk menjadi penguasa. Russia memanfaatkan hubungan antagonis antara Amerika Serikat dengan China dan Korea Utara dengan cara memperkuat hubungan bilateral dengan kedua negara itu. Russia juga memperkuat relasi dengan negara-negara lain yang memerlukan pasokan minyak dari Russia. Salah satunya adalah India. 

Russia juga hadir di Afrika melalui Wagner Group. Mereka terlihat beroperasi di Sudan, Libya, Mali dan Republik Afrika Tengah. 

China punya ambisi sendiri. Melalui bantuan-bantuan internasional China telah mengambil hati beberapa negara di Afrika seperti Ethiopia, Guinea, Kenya, Mozambique, Namibia, Tanzania, dan  Zimbabwe. Bantuan China diberikan dalam bentuk bantuan, pembangunan infrastruktur dan investasi berdasarkan prinsip tidak saling campur tangan dan saling menguntungkan. Di Asia China telah memiliki akses langsung ke Samudera Hindia melalui Myanmar, sehingga kapal-kapal mereka tidak harus melewati Selat Malaka dan Singapura. 

Bantuan-bantuan itu dalam rangka Belt and Road Initiative (BRI) yang menghubungkan Asia, Afrika dan Eropa. Ini bukanlah strategi perang, melainkan strategi penanaman pengaruh dari segi ekonomi dan politik. Hal ini menimbulkan kekuatiran bagi negara-nagara Barat. 

Masalah Pemanasan Global Tidak dapat Diabaikan

Indikator GPI tidak secara khusus menyebut pemanasan global. Tetapi menurut saya dampak pemanasan global sampai juga ke masalah perdamaian, meskipun secara tidak langsung. 

Berbagai bencana alam akibat pemanasan global dan perubahan iklim telah banyak sekali dilaporkan di berbagai media. Akibat buruk dari bencana-bencana itu adalah jutaan orang menjadi kelaparan atau displaced (terpaksa mengungsi ke tempat lain). Kasus ini akan terus terjadi pada 2024 baik karena banjir, angin topan, maupun kekeringan. 

Pemanasan global telah menyebabkan banyak kemiskinan dan kemelaratan di berbagai negara yang sangat terdampak, terutama di Sub-Sahara. Hal itu diperparah oleh pemerintah yang gagal mengurus negara. Ratusan ribu orang telah melarikan dari dari stiuasi seperti itu. Mereka menyeberang ke Eropa dengan harapan dapat hidup lebih baik. Di Benua Amerika hal yang sama terjadi di mana juga ratusan ribu orang mencoba masuk ke Amerika Serikat secara ilegal melalui Mexico. 

Kondisi seperti itu bisa menjadi tempat subur bagi tumbuhnya ekstrimisme dan terorisme. Tentang ini silakan baca tulisan di media ini yang berjudul "Dunia Seakan Berakhir di Tanduk Afrika: Dampak Dramatis Perubahan Iklim" (26 Mei 2022). 

Untuk Indonesia bencana alam juga akan banyak terjadi. Tetapi yang perlu sangat diantisipasi adalah terbelahnya masyarakat Indonesia akibat pemilihan presiden tahun 2024. 

Semoga semua hambatan dapat dikendalikan. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Etnografi Borneo: Membangun Pemahaman tentang Keberagaman Kalimantan

Argumen antropologis pentingnya warga Balik dan Paser di IKN tetap hidup berkomunitas

IKN benar-benar inklusif? Ultimatum pembongkaran rumah warga asli indikasi ada yang akan disingkirkan

Speedboat ke pedalaman Mahakam

Speedboat ke pedalaman Mahakam
Martinus Nanang di dermaga Samarinda Ilir